ILMU KALAM MENERUT
QHADARIIYAH
“diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
pada mata kuliah pendidikan bahasa arab”
Disusun Oleh :
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
2011
PENGERTIAN SEJARAH, TOKOH, AJARAN, DAN SEKTE QODARIYAH
I. Pendahuluan
Sejarah Islam mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam aliran besar dalam Islam. Keduanya adalah Ahlussunnah (Sunni) dan Syi’ah. Tak dapat dipungkiri pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap kali terlibat konflik kekerasan satu sama lain, sebagaimana yang kini bisa kita saksikan di negara-negara seperti Irak dan Lebanon.
Terlepas dari hubungan antara keduanya yang kerap kali tidak harmonis, qodariyah sebagai sebuah mazhab teologi menarik untuk dibahas. Diskursus mengenai Qodariyah telah banyak dituangkan dalam berbagai kesempatan dan sarana. Tak terkecuali dalam makalah kali ini. Dalam makalah ini kami akan membahas pengertian, sejarah, tokoh, ajaran, dan sekte Qodariyah. Semoga karya sederhana ini dapat memberikan gambaran yang utuh, obyektif, dan valid mengenai Qodariyah, yang pada gilirannya dapat memperkaya wawasan kita sebagai seorang Muslim.
II. Pembahasan
1. asal usul Qadariah
Qadariyah berasal dari bahasa arab,yang berasal dari kata qodarha yang artinya kemampuan atau kekuatan.Adapun pengertian terminologinya ,berartikan bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensikan oleh Tuhan.Aliran ini berpendapat bahwa setiap orang adalah pencipta bagi perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau dapat berbuat sesuat dengan kemampuannya sendiri.Dapat dipahami bahwa qodariyah merupakan sebuah aliran yang memberi penekanan atau kebebasan dan perbuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan – perbuatannya.Dalam hal ini, Harun Nasution menjelaskan bahwa Qodariyah berarti manusia memiliki qodrhah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari manusia yang terpaksa tunduk pada qodar Tuhan
Sebutan telah melekat pada kaum sunni, yang mereka percaya manusia memiliki kebebasan berkehendak.Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan pada para pengikut faham qodar oleh lawan mereka yang merujuk pada hadits yang menimbulkan kesan negatif bagi kaum qodariyah. Hadits itu berbunyi:
Artinya:
“Kaum Qodariyah adalah majusinya umat ini”
Ahmad Amin berkata Qodariyah muncul dari seorang taba’i yang pernah berguru pada Hasan al basri yang bernama Ma’bad.Dan seorang yang lain ialah ghailan ia merupakan orator yang berasal dari Damaskus.
Ibnu nabatah dalam kitab Syar al-uyun,seperti dikutip Ahmad Amin,memberi faham yang lain bahwa yang pernama kali memunculkan faham qodariyah adalah orang Irak yang beragama islam lalu masuk ke islam dan keluar lagi menjadi kristen.Dari orang inilah Ma’bud dan Ghazal mengetahui faham qodariyah.Orang Irak yang dimaksud,seperti kata Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-auzai,ialah Susan.
Sementara itu, Montgomery Watt menemukan document lain melalui tulisan hellmut ritter yang dipublikasikan dalam bahasa jerman melalui majalah Der Islam pada tahun 1933.Artikel ini menjelaskan bahwa aliran Qodariyah terdapat dalam kitab risalah dan ditulis oleh Abdul Malik oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M.hasan Al-Basri lahir di Madinah tahun 642 dan mengakhiri hayatnya di madinah pada tahun 728 M.Sampai sekarang almarhum masih menjadi perdebatan tentang aliran qodariyahnya.Namun yang jelas ia mempercayai bahwa manusia dapat memilih secara bebas antara yang baik dan yang buruk.
Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan ad-Dimasyqi, menurut Watt, adalah penganut Qodariyah.Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-‘tidal,seperti yang dinyakan oleh Ahamd yamin bahwa Ma’bad Al-jauhani pernah belajar pada Hasan Al-basari,maka sangat mungkin faham ini bermula dari hasan Al-basari.Dengan demikian keterangan yang ditulis oleh Ibn Nabatah dalam Syahrul Al-uyun bahwa faham berasal dari orang Irak itu salah,dan hanya hasil rekayasa orang yang tidak menyukai faham qodariyah supaya orang-orang tidak tertarik dengan faham ini.
Ada baiknya kita meninjau kembali kepada Ahmad Amin yang merasa sulit untuk menentukan asal faham qodariyah.Para penilitipun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qodariyah yang sangat banyak.Sebagian berpendapat faham ini terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakannya terjadi pada pengajian Hasan Albasri.Pendapat ini diperkuat oleh Ibn Nabatah bahwa yang pertama kali mencetus pertama kali adalah orang Irak lalu pendapat itu diambil oleh Ma’bad dan Ghailan.Ada pula yang berpendapat bahwa faham ini pertama kali berasal dari Damaskus. Diduga banyak pengaruh orang-orang Kristen dipekerjakan di istana-istana khalifah.
Faham qodariyah mendapat tantangan yang keras pada masa itu,pertamama Kehidupan bangsa Arab yang jauh dengan pengetahuan.Mereka selalu terpaksa dengan keganasan alam,panas yang menyengat,serta tanah dan gunungnya yang gundul.mereka menrasa dirinya lemah dan tidak memiliki kemampuan untuk melawan alam yang ada disekelilingnya.Kendati Islam sudah ada,tetap saja faham qodariyah sulit dikembangkan pada masa itu karena berlawanan dengan doktrin Islam.
Kedua,tantangan pemerintah pada masa itu yang dimana mereka menganut paham jabariyah.Ada kemungkinan para pejabat pemerintah menganggap gerakan qodariyah suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat.yang pada akhirnya masyarakat akan dapat mengkritisi kebijakan-kebijakan pejabat,dan bahkan dapat menggulingkan tahta mereka dari kerajaan.
Sebab-sebab munculnya aliran Qadariah
Ada dua sebab utama yang dapat dikategorikan menjadi sebab munculnya faham dan aliran Qadariyah yaitu :
a. Masyarakat Arab yang cenderung fatalis, kehidupan yang serba sulit, faktor alam yang tidak mendukung untuk lepas dari faham tersebut. Agama Islam yang dianut oleh mereka justru menjadikan mereka bertambah dalam ke faham fatalis tersebut. Allah SWT telah menentukan nasib manusia terlebih dahulu, dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang ditentukan sejak azali. Ada Sunnatullah yang hadir dalam setiap detak dan detik denyut kehidupan semesta ini, dan manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan.
b. Secara politis, pemerintah yang berkuasa ketika itu, Bani Umayyah, menganut dan menekankan faham fatalis, serta menjadikannya legitimasi kekuasaan yang dipegang. Apa yang menjadi ketetapan penguasa adalah takdir Tuhan, sehingga siapapun yang menentang, maka sama saja dengan menentang ketentuan Tuhan. Hadirnya Qadariyah dianggap sebagai hambatan dan dukungan kepada kelompok yang kritis terhadap rezim. Faham Takdir yang dikembangkan Qadariyah sangat berbeda dengan keyakinan pemerintah.
2.Doktrin-doktrin Qodariyah
Dalam kitab Al-minnal wa An-Nihal ,pembahasan masalah qodariyah disatukan dengan pembahsan doktrin-doktrin mu’tazilah,sehingga perbedaan dari keduanya terasa kurang jelas.Ahmad Amin juga menjelaskan doktrin qodar lebih luas dikupas oleh mu’tazilah sebab faham ini juga menjadi salah satu doktrin mu’tazilah.Akibatnya seriang kali orang menamakan qodariyah dengan mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama mempercayai bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kemampuan tanpa campur tangan Tuhan.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qodariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya.Manusia sendirilah yang berkuasa baik atas kehendak atau kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan atas kemampuan dan dayanya sendiri.Salah seorang pengemuka qodariyah yang lain,An-Nazam,mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya.Selagi manusia hidup memiliki daya,ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula melakukan atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan takdir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang mampu mambawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu ,dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut lepas.
Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini,
Dapat dipahami bahwa pada dasarnya doktrin qodariyah menjelaskan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.Oleh karena itu,ia berhak mendapat pahala atas amal baik yang mereka perbuat dan wajib mendapatkan hukuman atas perbuatan buruk yang mereka perbuat.Faham taqdir dalam qodariyah bukanlah dalam pengertian taqdir yang umumnya dipakai oleh bangsa Arab pada masa itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.Dalam perbuatan-perbuatannya mereka hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam pengertian qodariyah, pengertiannya adalah ketentuan Allay yang diciptakan-Nya bagi seluruh alam semesta beserta alam isinya,sejak azali,yaitu hukum yang ada di Al-Quran adalah sunnatullah.
Secara almiyah,sesungguhnya manusia memiliki taqdir yang tidak dapat diubah.Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain,kecuali mengikuti hukum alam.Akan tetapi manusia ditakdirkan memiliki daya pikir yang kreatif, sehingga dapat berenang seperti ikan walaupun tidak memiliki sirip dan dapat membuat alat yang dapat mengangkut berat beban menyaingi kekuatan gajah.
Dengan pemahaman yang seperti ini, kaum qodariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatannya terhadap perbuatan Tuhan.Doktrin-doktrin ini memiliki tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri.[1]Banyak ayat Al-Quran yang mendukung,antaranya :
Surat Al-Kahfi (18):29
È@è%ur ‘,ysø9$# `ÏB óOä3În/§‘ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sã‹ù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3u‹ù=sù 4 !$¯RÎ) $tRô‰tGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·‘$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß 4 bÎ)ur (#qèVŠÉótGó¡o„ (#qèO$tóム&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. “Èqô±o„ onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uŽ¤³9$# ôNuä!$y™ur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
Artinya:
”Katakanlah’kebenaran dari Tuhanmu barang siapa yang mau,berimanlah dia,dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir”
Dalam Surat A-Imran (3):165 disebutkan :
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁ•B ô‰s% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4’¯Tr& #x‹»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ωYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« փωs% ÇÊÏÎÈ !
Artinya:
“Adakah patut, ketika kamu ditimpa musibah (pada perang uhud),padahal telah mendapat kemenangan dua kali 9pada perang badar),lalu kamu berkata: Dari manakah bahaya ini ? Katakanlah sebabnya adalah dari kamu sendiri.”
Dalam Surat A-Ra’d (13): 11 disebutkan :
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒy‰tƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts† ô`ÏB ÌøBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#u‘r& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß™ Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ
Artinya:
‘sesungguhnya Allah tiada mengubah keadaan suatu bangsa, kecuali jika mereka menguah keadaan mereka sendiri.”
Dalam surat An-Nisa (4) :111 disebutkan:
`tBur ó=Å¡õ3tƒ $VJøOÎ) $yJ¯RÎ*sù ¼çmç7Å¡õ3tƒ 4’n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR 4 tb%x.ur ª!$# $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÊÈ
Artinya:
“Dan barang siapa yang melakukan suatu dosa, maka sesungguhnya ia melakukan untuk merugikan dirinya sendiri.”
Qodariyah
Tuhan adalah pencipta alam semesata, termasuk pencipta manusia.Tuhan memiliki sifat Mahakuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kekuasan dalm menentukan nasib hidupnya.“Manusiaberkuasa ata perbuatan-perbuatannya, manusia-manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.Dengan demikian pengertian qodriyah berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk padar qodar Tuhan. Dalam istilah inggrisnya paham ini dikenal dengan nama free will and free act.Berlawanan dengan paham jabariyah yang memiliki pendapat bahwa manusia mengrjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa dal artian bahwa Manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.Atau dalanm istilah inggrisnya fatalism or predestinasion. Perbuatan manusia telah ditentukan sebelumnya oleh qodha dan qodar Tuhan.[2]
Masyarakat Arab sebelum Islam banyak dipengaruhi oleh paham jabariyah ini.Yang dimana pada masa itu Bangsa Arap jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan padang pasir,dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yag gundul.Dalam dunia yang demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keadaan mereka sendiri.Mereka merasa lemah dalam menjalani kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir.Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak bergantung pada keadaan nature.Hal yang seperti ini yang membawa kepada keadaan metalis.
Oleh karenanya, ketika keadaan qodariyah dibawa ke dalam kalangan mereka oleh orang-orang islam yang bukan berasal dari Arab padang pasir,hal itu mereka anggap bertentangan dengan ajaran Islam.Adanya kegoncangan dan sikap menentang paham qodariyah ini dapat dilihat dalam hadits yang menentang paham qodariyah,Umapamanya hadits:
“Kaum qodariyah merupakan Majusi umat islam”,dalam arti umat yang sesat.
Tak dapat diketahui dengan pasti kapan paham ini timbul dalam sejarah pengembangan agama Islam.Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi Islam,paham qodariyah kelihatannya timbul pertama kali oleh Ma’bad Al-Juhani.Ma’bad memasuki lapangan politik dan memihak ‘Abd-Ar-Rahman Ibn Al_Asy’as,Gubernur Sajistan,dalam menentang kekuasaan Bani Umayah.Dalam pertemuan dengan Al-Hajjaj Ma’bad mati terbunuh di tahun 80 H.
Setelah hal iitu terjadi,Ghalin sendiri terus menyiarkan paham qodariyah di Damaskus,tetapi mendapat tantangan dari Khalifah ‘Umar Ibn ‘Abd al-‘Aziz.Setelah ‘Umar wafat ia meneruskan kegiatannya yang lama,sehingga ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam ‘Abdul Al-Malik (724-743 M).Sebelum terjadi hukum bunuh itu terjadi perdebatan antara Ghailan dan Al-Awza’i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri.Menurut Ghailan,manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya,dalam paham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya.Di sini tidak ada ketentuah bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu, dan manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak azal.Selain dari penganut qodariyah,Ghailan juga merupakan pemuka murji’ah dari golongan Al-salihiyah.
Orang yang beriman,menyaksikan dengan dalil dan bukti yang nyata,bahwa “kodrat pencipta alam semesata ini lebih tinggi dari kodrat yang ada dari setiap makhluk,tentu ia menyaksikan pula dengan terang,bahwa ia dalam segala aneka warna perbuatannya yang ikhriari (bebas),baik perbuatan akal maupun jasmani adalah tegak untuk mempergunakan pengetahuan dan semua kekuatan yang diberikan Allah kepadanya menurut ketentuan yang semestinya.Memang kaum yang fanatik dari segala agama, terutama kaum Masehi dan Muslimin,telah menjerumuskan diri untuk mendalam-dalami masalah taqdir dan kebebasan manusia itu.Tetapi setelah lama bertengkar menghabiskan energi dan waktu, ternyata mereka tidak maju-majunya, terpaksa berhenti pada titik tolak yang pertama juga.
Akhirnya perbuatan mereka itu tidak lain dari perpecahan dan percekcokan.Dia antara mereka ada yang mengatakan,bahwa manusia berkuasa menentukan segala macam perbuatan dan ia mempunyai kebebasan yang mutlak sekali .Pendapat ini merupakan pendapat qodariyah.Dalam sejarah perkembangan agama dan filsafat Barat,faham aliran Qodariyah dan Jabariyah ini muncul dengan istilah-istilah:Determinismus (seba taqdir) dan indeterminismus (serba ikhtiar).Faham yang pertama disokong oleh Augustinus, Luther, Spinoza, Priestly; yang mengajarkan bahwa,iradat manusia tidak merdeka.Sedangkan paham kedua dibela oleh Immanuel Kant, Thoams v. Aquino,Boutrox dan Bergson, yang mengajarkan sebaliknya.Dan ajaran Islam yang murni melalui jalan tengah diantara keduanya.
Agama (syari’at) telah datang menetapkan ketentuan dan mengharamkan bagi manusia meminta pertolongan selain khalik (Tuahn) yang menciptakan dirinya sendiri,dalam mencapai kearah yang benar.Tuhan menghadapkan manusia untuk meuju himmah (cita-citanya) untuk menujukan permohonan kepada Al-khalik Yang Maha Tunggal setelah manusia itu minatnya dalam bersungguh-sungguh berfikir benar dan bekerja secara teratur.Baik akal ataupun agama tidak mengidzinkan seseorang untuk mencari pendirian yang lain dari pada yang demikian itu.
3.Sekte-sekte Qodariyah
Mereka adalah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan hamba-Nya sebelum terjadi dan mereka berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan apapun pada makhluk-Nya. Mereka menyatakan bahwa tidak ada taqdir, semua perkara adalah Unuf .
Dan sebelum perkara terjadi Allah tidak menetukan dan tidak mengetahuinya, bahkan Allah baru mengetahuinya setelah terjadi. Dan mereka menyatakan bahwa Allah bukan pencipta perbuatan hamba dan tidak membuat ketentuan dan ketentuan takdir apa pun.
Mereka sangat mirip dengan kaum Majusi yang meyakini dua tuhan, tuhan cahaya dan tuhan kegelapan sehingga Rasulullah menegaskan bahwa Qadariyah adalah Majusi umat ini, berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar , beliau bersabda : “Qadariyah adalah Majusinya umat ini, jika mereka sakit janganlah kalian menjenguknya dan jika mereka mati janganlah kalian menyaksikan jenazahnya.
Imam Abu Tsaur ditanya tentang Qadariyah, maka beliau menjawab : “Dia adalah orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-Nya, tidak menetukan dan tidak menciptakan perbuatan maksiat pada hamba.
Orang yang pertama kali menggulirkan paham Qadariyah adalah Ma’bad al-Juhani pada akhir masa generasi Shahabat, seperti yang dituturkan Imam Muslim dari Yahya bin Ya’mur, menerut satu riwayat, Ma;bad mengambil faham Qadariyah dari seorang laki-laki Nashrani bernama Susan kemudian pemikiran dan pemahaman itu disebabkan oleh Ghailan ad-Dimasqi, seperti yang dituturkan oleh al-Auza’i.
Kesesatan Qadariyah menimbulkan dua kebi’ahan dalam agama yang sangat besar :
Pertama : Pengingkaran mereka terhadap ilmu Allah yang telah mendahului setiap kejadian, padahal tidak ada suatu kejadian apapun di alam semesta kecuali pasti diketahui Allah.
Kedua : Keyakinan mereka bahwa hamba sendiri yang mempunyai kuasa penuh untuk mewujudkan perbuatan.
Qodariyah terbagi kedalam tiga kelompok, antara lain:
a.Qodariyah Musyrikah
Manusia yang mengetahui tentang qhada dan qhadar Allah serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan-Nya.
b.Qodariyah Majusyiah
Qodariyah Majusyiah adalah mereka yang menjadikna Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaan-Nya sebagaimana Qodariyah Musyrikiyah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadah kepada-Nya
c.Qodariyah Iblisyiah
Manusia yang membenarkan bahwa Allah merupakan sumber kedua perkara, akan tetapi menurut mereka hal ini sangat berlawanan.Merekalah orang-orang yang membatah Allah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.[3]
Tujuan qadariyah :
1. manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya.
2. memberikan pengetahuan tentang islam.
3. agar tidak mengingkari ilmu Allah SWT.
4. agar mempercayai takdir Allah SWT.
III. Penutup
Tuhan adalah pencipta alternative atau pilihan takdir. Alternatif ketentuan Allah yang diciptakan bagi alam semesta beserta seluruh isinya sejak azali, yaitu hukum alam yang dalam istilah al-Qur’an disebut Sunnatullah.
Manusia menjadi penentu akhir perbuatan yang akan dilakukannya, karena memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memilih yang baik atau yang buruk tanpa intervensi Tuhan.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat. Dan seseorang akan diberi ganjaran siksa di neraka. Semua ini atas pilihan sadar manusia sendiri, bukan pilihan akhir Tuhan. Tidaklah pantas manusia menerima siksaan atas tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Qodariyah adalah salah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa manusia memiliki kehendak dan kemampuan untuk memperjuangkan hidup di dunia yang sukar ini. Doktrin-doktrin yang diyakini para pengikut Qodariyah secara garis besar ada beberapa macam, yaitu konsepsi tentang pendapat Ghailan,orang-orang mu’tazilah,dan pada dalil aqli maupun dalil naqli. Dalam Qodariyah terdapat 3 macam sekte/kelompok ya’ni Qodariyah Musyrikah,Majusyiah, dan Sekte Ilisyiah yang memiliki perbedaan satu sama lain dalam memandang ajaran-ajaran seperti tertulis di atas.
Wallâhu a’lam bi al-shawâb
Daftar Pustaka
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam Jilid 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, cet. ke-4.
Hamdani, et all. Ilmu Kalam, Bandung: SEGA ASRI, 2011, cet. ke-3.
Karya, Soekama, dkk. Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996, cet. ke-1.
Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban. : Jakarta: Yayasan wakaf Paramadina.
Rosihon Anwar, et all. Abdul Jalil ed. Ilmu Kalam CV.Pustika Setia
Syari’ati, Ali. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Nasrulloh dan Afif Muhammad. Bandung: Mizan Pustaka, 1995, cet. ke-2.
Syekh Muhammad Abduh. Risalah Tauhid.terj.K.H Firdaus A.N. Jakarta:Bulan Bintang, 1979.
Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Wasution, Harun. Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar